Miris

Hari ini sy kembali ke Citeureup, seperti biasa dua minggu sekali sy harus menengok balita-balita kecil sy yang sekarang beranjak dewasa. Aih senangnya sy ketika tadi datang ke lahan setelah awalnya disambut dengan suhu panas pegunungan kapur Citeureup dan becek-becek, lalu berjumpa dengan tanaman jarak pagar sy yang tumbuh tegap. Batangnya yang dulunya hijau, sekarang sudah mulai mengeras. Wiih, gimanaa gitu rasanya.. :) Sy tau balita sy ketika dia masih kecil siy, sekarang sudah besar aja, banyak yang sedang berbunga (sy hitung juga berapa banyak bunga jantan dan betinanya.red), berbuah, dan malah sy sudah memanen dua buah jarak pagar yang warnanya hitam. Ohoho.. Tanaman itu makhluk hidup loh, sayangi dia seperti kamu menyayagi sesamamu.. ^^

Tapi bukan itu point yang ingin sy ceritakan.
Miris..
Satu hal utama yang membuat sy ingin tinggal di luar negeri karena hati sy merasa nyaman disana. Ya, hati sy lega karena sy tidak harus melihat banyak fenomena sosial yang merajalela di tanah air.

_____________________
 
Apa anda tidak pernah miris melihat oarang tua yang sudah renta tapi harus bekerja keras atau berjualan sambil bawa dagangan yang untungnya tidak seberapa?

Apa anda tidak pernah merasa miris ketika melihat seorang sepuh yang memanjat pohon hanya untuk mengambil petai cina, lalu ia masukkan ke karung dan ia  jual dengan harga yang mungkin hanya cukup untuk makan saja?

Apa anda tidak pernah miris melihat banyak tukang becak yang berjajar rapi menunggu penumpang,dan kebanyakan oarang sekarang sudah memilih naik angkot atau ojeg yang jauh lebih cepat dari kayuhan becak tua mereka? Tidakkah anda tau, sehari saja mereka dapat Rp 5.000,- (cerita salah seoarang bapak sepuh yang mengayuh becak dengan segenap tenaganya untuk sy.red) saja sudah untung? Lalu bagaimana dengan anak istri tanggungannya? Ah, Allah..

Apa anda tidak miris melihat kehidupan para buruh dan petani miskin di tanah air yang kaya raya ini? Petani miskin yang dari bada subuh telah melangkahkan kakinya ke swah ditemani cangkul dan bekal makanan seadanya, lalu bekerja melewatkan sepanjang hari yang terik untuk menggarap sepetak kecil sawah hanya untuk mendapat beberapa helai rupiah?

Apa anda tidak miris melihat anak-anak yang harus mengamen di jalanan, anak anak tukang ojeg payung yang hujan-hujanan agar anda tidak kehujanan, anak-anak yang menyemir sepatu atau melap kaca mobil anda, anak-anak yang meninggalkan sekolah untuk membantu kedua orangtuanya? Tidak tergetar kah hati anda? Rabb..

Apa anda tidak miris melihat para pemungut sampah (bahkan banyak sy temukan anak-anak di himpunan ini.red) yang seharian bekerja dari subuh sampai larut malam hanya untuk rupiah yang tidak seberapa? Sedikit rupiah, namun sangat berarti bagi mereka...

Apakah anda tega melihat pedagang miskin dengan barang dagangan seadanya, namun ia punya banyak tanggungan anak istri di rumah?

Atau anda tega, melihat berderet pengemis jalanan di berbagai sudut kota besar?

Dan lain sebagainya, yang tidak akan habis sy ceritakan satu per satu..
___________________

Ah, hati sy merintih.. Lebih jauh lagi, hati sy menahan tangis melihat berbagai fenomena sosial itu.

Indonesiaku...
Hari ini, sy melihat seorang nenek yang bungkuknya hampir 90 derjat, tapi ia masih bekerja di lahan dan mengangkut beban berat di punggungnya yang setengah tegak itu. Tiba-tiba nenek menghampiri sy yang baru saja selesai penelitian dan sedang menunggu ojeg, nenek tersebut tiba-tiba berkata sambil menjulurkan telapak tangannya kepada sy,"Neng, hampura ema.."* Sy salah tingkah.. Ketika hati sy belum selesai merasa iba, sang nenek sudah menyapa sy dengan sentuhan yang begitu lembut.. Sy jawab,"Muhun ema, sami-sami.."** Sy heran sendiri, sang nenek tiba-tiba bilang 'hampura' padahal ga salah apa-apa. Itulah salah satu bentuk sopan santun agaknya. Yang bikin sy berdecak kagum lagi, ternyata sang nenek berjalan kaki sejauh itu, dari lahan penelitian sy ke perkampungan penduduk yang jaraknya lumayan jauh. Sy malu... Sangat malu. Sy dan teman sy aja yg masih muda malah naik ojek, neneknya yang sudah renta tapi berjalan kaki. Seriusan, jaraknya jauuhh.. Allah...

Itulah mengapa, sy suka kalau tinggal di negara maju dimana penduduknya semua sejahtera. Hal pertama yang sy amati adalah fenomena sosial disana sangat minim sekali. Tidak perlu lagi sy merintih melihat berbagai fenomena sosial seperti di negara tercinta sy ini. Apalagi disana, anak-anak dilindungi dan terjamin kesejahteraan da pendidikannya, luar biasa sekali.. Lega..

Doa sy..
Suatu saat sy punya rejeki berlebih, jika Allah mengijinkan, sungguh sy ingin mempunyai yayasan sosial untuk menampung anak-anak terlantar. Ya, setidaknya anak-anak dulu saja.. Merekalah penerus bangsa di masa depan. Jangan pernah membuat anak-anak kehilangan masa kecilya dengan merampas haknya untuk mengenyam pendidikan dan mendapatkan kesejahteraan.

Miris..
Maka, syukuri hidup anda..
Syukuri hidup kita dengan segala kurang dan lebihnya. Lihatlah selalu ke bawah, bahwa betapa banyaaaakkkk sekaliii orang susah, jauh dan jauh lebih susah dari kita.
^_^

Keterangan:
* Neng, maafkan emak..
** Iya emak, sama-sama..

NB
Semifinal sepakbola Indonesia melawan Filipin malam ini. Jangan lewatkan sejarah! Ohoho.. Doakan supaya timnas kita bisa masuk final dan jadi juara. Amiinn.. Aih, kok sy jadi ikutan demam bola gini abis diajakin temen sekosan nonton bola waktu itu.. :D

1 Response to "Miris"

unang said...

ketika hati kita miris dengan fenomena sosial di negeri ini, alangkah indahnya bila kita berbuat untuk menyelesaikan setiap permasalahan yang membuat hati kita miris
Pergi ke negeri orang untuk meninggalkan permasalahan bukanlah jalan yang baik
di sini, di negeri kita banyak orang yang membutuhkan orang-orang yang tersadarkan untuk menyelsaikan masalah mereka

Post a Comment