Amputasi

Tadi pagi sebelum sy berangkat kuliah, ada sms papa ke hp temen sy, "Mba, Tatang anaknya pakde Endang kecelakaan, hari ini kakinya diamputasi." Innalillahi, schok therapy pagi-pagi.. Tatang, seumuran dengan sy, anak kedua pakde sy di Cerebon. Dulunya dia pernah ikut tinggal sama keluarga sy. Hoho.. Di rumah sy banyak kebiasaan yang selalu papa terapkan dan tatang yang ga terbiasa terikat aturan, harus mengikuti semua kebiasaan kami. hehe.. Misalnya: jangan keluar rumah kalau lewat magrib, solat magrib dan isya berjamaah, malam minggu ga boleh keluar, tv ga boleh nyala selama rentang waktu magrib- setelah shalat isya, lampu rumah dimatiin selama magrib- setelah shalat isya (maksudnya supaya kalau ada tamu, tamunya ngerti kalau itu waktu ibadah, dan bukan waktunya bertamu), bantu-bantu mama beres-beres, dll. Karena sy terbiasa dengan semua kebiasaan itu, jadinya sy ga merasa terkekang, malah terdidik. Tatang perlahan mulai terbiasa, sampai dia kembali lagi ke Cirebon dan entah apa yang terjadi pada hidupnya selanjutnya.

Sedikit cerita, adaptasi pertama di IPB awalnya sy kaget, karena organisasi sy (BEM TPB) yang mengharuskan sy hampir setiap malam rapat sampai jam 9 malam (jam malam IPB). Jam efektif belajar yang dari kecil papa terapkan malah dipake rapat, wah sy merasa serba salah waktu itu. Alhasil, waktu tingkat 1 (TPB) dulu, hampir tiap malam sy izin keluar sama papa dan minta maaf karena udah keluar dari kebiasaan yang seharusnya dan jadinya jarang belajar. hehe..  Tapi seiring berjalannya waktu, sy malah terbiasa rapat malam, ngerjain tugas malam, beli makan malam-malam, ke warnet malam, dll. Jam malamnya bergeser sampai jam 21.00 di IPB ini, dan kalau ngerjain tugas yang urgent malah harus merelakan lebih malam dari itu di kampus bareng temen kelompok. Hohoho..

Kembali ke topik. Hehe..
Amputasi? Innalillahi.. Sy merasa, saat sy kehilangan Hp, mobil ancur, pakde dadang meninggal, embah dan nenek tersayang sy meninggal, rasa sakit dan kecewa terdalam saat fatamorgana segunung janji itu menguap lepas tanpa bekas (meski sekarang sy syukuri semua itu terjadi, bahan pendewasaan bagi sy untuk belajar ikhlas.), dan semuanya yang tidak bisa sy sebutkan satu persatu membuat semua itu tidak ada artinya dibanding kehilangan kaki untuk diamputasi. Bagiamamana kelanjutan hidupnya tanpa kaki nanti? Innalillahi.. Hari ini, sy merasa benar-benar 'kaya' karena semua organ tubuh sy lengkap yang tidak ternilai harganya. Lebih jauh lagi, diamputasi menjadi tidak ada artinya jika membayangkan suatu saat kita akan kehilangan diri kita sendiri..

Nanar, saat sy membayangkan semuanya.. Akan hilang satu per satu..
Ikhlas itu harus dipelajari dari kehilangan-kehilangan kecil, sama-sama persiapkan diri dan belajar ikhlas ya..

Innalaha ma'ana, Allah selalu bersama kita..
Semoga bisa diambil pelajarannya.

No Response to "Amputasi"

Post a Comment