Daffa

Dia adalah nama laki-laki yang pertama kali memikat hati sy. Saat sy didekatnya, selalu ada rasa bahagia dan bahagia. Matanya jernih bening, memancarkan rona kejujuran tanpa dusta. Kulitnya yang putih kmerahan membuatnya makin mempesona. Rambutnya halus, lembut, dan tentu saja wangi. Aroma tubuhnya seperti feromon beraura positif hingga membuat sy selalu ingin dekat dengannya. Selamanya.

Sekitar tiga tahun kami selalu bersama. Sy menghabisan hampir sepanjang waktu luang yang sy miliki untuk menemaninya. Banyak kenangan suka dan duka terpatri di sepanjang kenangan bersamanya. Ah, andai saja waktu itu bisa terulang. Andai saja ada kesempatan lg untukku melihatnya, meski hanya sekedar melihatnya dan mengetahui dia baik-baik saja itu sudah membuatku bahagia. Namun semua hanya tinggal harapan. Dia pergi, kembali berdomisili di Jakarta seperti sebelumnya. Andai saja kutahu alamatnya, pasti kukunjungi rumahnya. Jarak Jakarta-Bogor toh tidak terlalu jauh. Andai, dan hanya berandai-andai. Allah, sungguh aku sangat merindukannya. Aku mencintainya karena-Mu.

Daffa adalah seorang anak berusia tujuh tahun. Itu sekitar enam tahun yang lalu. Mungkin sekarang sudah berusia 13 tahun. Aa Daffa, begitu sy memanggilnya, seorang anak autis yang tinggal tepat di depan rumah saya di Majalengka. Autis merupakan salah satu kelainan mental yang diderita seseorang sejak lahir. Autis tidak sama dengan gila. Autis juga tidak sama dengan sindrom down, turner, klinefelter, dsb yang disebabkan oleh kelainan kromoson (baik kelainan terpaut gen di autosom maupun gonosom). Seorang yang autis seolah mempunyai dunia sendiri dan tidak mau diganggu. Mereka menganggap semua orang disekelilingnya adalah pengganggu. Tidak jarang dari mereka bersikap agresif, bahkan agonistik. Autis sendiri terdiri dari autis verbal dan nonverbal. Autis verbal dapat berkomunikasi menggunakan bahasa meskipun sedikit dan hanya orang-orang tertentu yang mengerti. Berbeda dengan autis nonverbal yang sama sekali sulit untuk berkomunikasi dan cenderung lebih agresif. Tidak jarang dari mereka melukai diri mereka sendiri hingga darah mengalir dari tubuh mereka (ekstrimnya begitu.red). Meskipun demikian, mereka biasanya tidak akan merasakan sakit apapun karena seolah alarm rasa sakit ditubuhnya tidak aktif. Seorang anak autis jika didekati biasanya akan menyerang kita, dan menganggap kita sebagai pengganggu. Jika tidak menyerang, kita akan diacuhkan dan menganggap kita tidak ada. Seperti itulah dunia mereka. Autis tidak dapat disembuhkan, namun bisa diminimalisir.

Daffa, seorang anak autis satu-satunya yang saya temui selama ini. Sepanjang hari sepulang sekolah sy selalu menemaninya, bahkan jika weekend seringkali sy habiskan seluruh waktu sy untuknya. Daffa autis nonverbal. Begitu kesimpulan yg sy baca dari buku kumpulan kisah autis. Seandainya saja dia tidak autis, sy yakin dia sudah jadi rebutan kaum hawa dimanapun. Dia begitu menawan dan memikat hati, sy yakin setiap orang akan menyayangkan orang seperti Daffa bisa autis. Dia anak kedua dari tiga bersaudara. Kakak pertamanya namanya Chila, adiknya namanya Adma. Sy cukup dekat dengan ketiganya karena umur mereka tidak terpaut jauh. Meski memang harus sy akui, sy jauh lebih dekat dengan Daffa, tentu saja karena dia "special." ^^

Awalnya saat sy belum tau apa itu autis (belum baca bukunya), dan belum tau bahwa Daffa itu serang anak autis, sy aneh melihat sikap Daffa yang lain dari anak-anak kebanyakan. Dia tidak idiot. Dia seperti orang normal namun sebetulnya tidak. Sy sering dimintai tolong untuk menjaga Daffa. Keluarganya sudah seperti keluarga sy sendiri. Perlahan sy pelajari bahasa nonverbal Aa Daffa. Meski usianya sudah tujuh tahun (waktu itu.red) tapi dia belum bisa jalan. Praktis daffa sepanjang hari hanya nonton tv, hobinya nonton film kartun. Dy bisa ketawa2 sendiri kalau liat kartun. Kalo sy ajak ngobrol ga ditanggapi. Tapi sy ga nyerah.. Hari demi hari berjalan, sy belajar banyak hal dari dia dan sy juga mengajari dia banyak hal..

Sy ajari dy berkomunikasi dengan berbagai strategi. Sy tidak ingin dia menggunakan bahasa agresif untuk berkomunikasi. Misalnya saat  dia lapar dan minta sy buatkan susu, biasanya dia mukul atau nyubit sy sambil memutar-mutarkan kepalanya dengan kedua tangannya memegangi telinga. Hoho.. Sy kangen liat kebiasaan dia yang itu. hehe. Biasanya kalau sudah begitu sy pura-pura ga ngerti. Sy diem aja. Aa Daffa malah makin menjadi, dia terus mukul-mukul dan nyubit sy. Sy sudah biasa dipukuli, dicubitin, bahkan digigit Aa Daffa. Luka bekas "agresifitas" Daffa biasanya memerah atau bisa sampai membiru dan ga jarang berdarah. Tapi sy ga kapok, sy malah makin ingin mengerti dia, mengerti dunianya, dan masuk kedalam dunianya. Sy tetep diam meski Daffa mulai kesal. Akhirnya Aa nangis.. Nangisnya lucuuuu bgt. Wajahnya merah sambil bibirnya manyun. Dasar sayangku Daffa, mba kangen kamu... Terus pas udah nangis, dia berbalik memelas ke sy. Maksudnya supaya sy ngerti dia minta susu. Trus pas jari telunjuk sy nunjuk ke pipi sy, ngasi isyarat ke dia harus bersikap baik dulu baru dapet apa yang dia mau. Aa mengerti, dan kecup pipi sy deh... Klo udah gitu sy kasi dia senyum, lalu biasanya sy gendong dia ke dapur, sy ajak Aa bikin susu. Trus jadi ketawa-ketawa lg deh Aanya.. Begitulah, sy ngajarin dia cara meminta yang baik, bukan dengan perilaku agresif, banyak lagi yang lainnya.. ^_^

Aa, mba kangen kamu sayang.. kangen sangat.. peluk cium selalu buat kamu ya sayang..
*Hadu, sy berkaca-kaca.. huhu..

No Response to "Daffa"

Post a Comment