Di rumah Ibu Dewi, Desa Kalisuren, Bogor.
Selepas shalat isya
Pelupuk mataku berat, basah. Rasanya luapan didalamnya sudah tak mampu kutahan lagi. Air bah dimataku tumpah, merembes perlahan dan semakin deras hingga malam terasa lebih damai dari biasanya. Sujudku lebih panjang dari biasanya. Sendiri, dalam dialog panjang antara aku dengan-Nya. Sungguh, kuserahkan seluruhku pada-Nya. Hanya pada-Nya.
***
Rabb…
Aku hanya bisa berkata tanpa kata,
Berujar tanpa suara
Mengertikah Engkau bahasa diamku?
Rabb...
Hanya Engkau yang tahu dalamnya laut dan gelombangku,
Rahasia angin dan badaiku
Ketinggian awan dan hujanku
Rabb...
Pekat ini begitu kasat dan tercekat
Sesak, menyeruak, galak
Lirih, merintih, tertatih
Berderai tanpa lerai
Bersama waktu yang perlahan menguap
Orion tak jua nampak
Beribu bintang berpedar di semestaku
Orion tak jua nampak
Salahkahku jika kini kuinginkan aurora yang berfatamorgana?
Menari seindah nirwana yang Engkau janjikan
Rabb…
Aku hanya bisa berkata tanpa kata,
Berujar tanpa suara
Mengertikah Engkau bahasa diamku?
No Response to "Bahasa Diam"
Post a Comment